Seminar Kebangsaan : Moderatisme Keagamaan dalam Perspektif Agama-agama

Kemajemukan masyarakat yang menjadi stimulus utama dalam bersosial dengan keadaan semakin hari akan terus berubah, sehingga arti dari istilah bersosial merupakan hal pokok yang harus tetap berlangsung demi kehidupan yang teratur. Maka secara tidak langsung manusia akan digiring oleh keadaan masyarakat ini pada situasi dimana kehidupan selalu berhubungan dengan kerangka berfikir, hal ini tentunya memicu perselisihan antara pendapat masyarakat satu dengan kelompok lain. Sebagaimana dalam pengertiannya berlaku sosial adalah bentuk dari pengontrolan antar individu terhadap nilai dan norma yang ada.

Dewasa ini terdapat beberapa kelompok masyarakat di Indonesia mendirikan sebuah aliran agama yang bertajuk islami, yakni Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Hal yang pertama kali akan difikirkan adalah bagaimana latar belakang kedua organisasi tersebut dapat berdiri dengan menyatu dikehidupan masyarakat. Perspektif yang sama sekali baru mengenai sikap yang tidak berlebih-lebihan dalam mengambil tindakan atau biasa disebut dengan istilah Moderat.

Tidak berlebih-lebihan dalam bersikap ini tentunya dengan beberapa penjelasan yang rinci agar dapat mengena terhadap apa yang dimaksud yang pada akhirnya menjadi sikap dalam beragama. Nu menyebut dirinya sebagai Islam Nusantara yang berarti tipologi agama Islam yang khas dengan kultur Indonesia, sehingga Islam Nusantara bukan berarti madzhab tetapi peradaban Islam Indonesia yang khas dengan budaya serta adat Indonesia dengan tidak menyalahi syari’at Islam sebagaimana mestinya. Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Said Aqil pada muktamar NU ke 33 di Jombang 1-5 agustus 2015.

Dalam tingkat Pemerintahan sendiri yang telah dirapatkan oleh tim gabungan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Bekerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Din Syamsudin sendiri diberikan mandat oleh Presiden Indonesia Joko Widodo untuk mempersiapkan Konsultan Tingkat Tinggi (KTT) Jakarta 05 April 2018. Konsep Islam Wasathiyah ini dinilai penting oleh Presiden Republik Indonesia sebagai konsep yang mendukung terhadap sikap agama Islam yang tidak berlebih-lebihan guna mengatasi ekstrimitas dan radikalitas.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh pembicara dalam seminar kebangsaan dengan tema  Moderatisme Keagamaan Dalam Perspektif Agama-Agama yang diselenggarakan oleh mahasiswa Perbandingan Agama IAIN Kediri. Dari dialog tersebut oleh Dosen Islam Maufur, MA berpendapat bahwa keadaan agama yang cenderung bersikap radikal akan banyak ditolak oleh masyarakat. Menurutnya dengan perkembangan era 4.0 ini merupakan lambang dari kemajuan berfikir, sehingga cara berfikir yang arogan, radikalisme, terorisme dinilai primitive dan tidak relevan dengan zaman.

Menurut pandangan agama Kristen pun yang disampaikan oleh Dr. Timotius Kabul, MA keadaan ekstrimitas akan menimbulkan kekacauan yang pada akhirnya akan memecah belah masyarakat, pun penolakan sikap keberagamaan yang radikal akan terus disuarakan oleh masyarakat umum. Cinta kasih merupakan bentuk dari kepedulian antar sesama umat manusia, sehingga tindakan diluar batas kewajaran manusia sangat dikecam oleh khalayak umum terutama oleh agama-agama yang telah lama berkembang di Indonesia.

 

Oleh: Dema Perbandingan Agama IAIN Kediri 2019-2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *